Eritrosit atau sel darah
merah memiliki permukaan yang disetting secara beragam. Pada dasarnya permukaan
tersebut terdiri dari struktur protein dan karbohidrat dengan beraneka macam
jenis antigen permukaan. Antigen permukaan ini disebut aglutinogen. Jumlahnya
sangat banyak, lebih dari 700 buah. Antigen permukaan ini apabila berikatan
dengan antibodi yang cocok dengannya, akan mengakibatkan terjadinya aglutinasi
dan hemolisis dari eritrosit tersebut. Antibodi ini disebut aglutinin.
Dahulunya hal ini tidak diketahui, sehingga ketika dilakukan donor darah banyak
resipien yang mengalami kelainan yang berujung kepada kematian. Pada tahun
1901, Ilmuwan Australia, Karl Landsteiner akhirnya melakukan serangkaian
percobaan dan menemukan penggolongan darah yang saat ini sudah dikenal luas
yaitu Sistem ABO. Selanjutnya pada tahun 1923 Karl Landsteiner dengan rekannya
Alexander S.Wienner menemukan sistem Rhesus.
Dasar
penggolongan pada sistem ABO dan Rhesus sebenarnya sama, yakni presentasi
antigen permukaan yang terdapat di eritrosit. Di dalam tubuh kita, Allah swt
telah menciptakan aglutinogen dan aglutinin eritrosit yang berbeda sehingga
tidak menimbulkan autolisis.
Untuk sistem ABO, rinciannya adalah
sebagai berikut:
- Golongan darah A: memiliki aglutinogen A dan
aglutinin anti-B
- Golongan darah B: memiliki aglutinogen B dan
aglutinin anti-A
- Golongan darah AB: memiliki aglutinogen A dan B,
dan tidak mempunyai aglutinin
- Golongan darah O: tidak memiliki aglutinogen, dan
aglutininnya anti-A dan anti-B
Untuk ABO, aglutininnya adalah antibodi Ig-M. Struktur
molekulnya relatif besar. Sehingga pada ibu dan anak yang dikandungnya, tidak
akan terjadi ABO inkompatibiliti fetal atau maternal, karena antibodi Ig-M
janin maupun ibu tidak akan lewat di sawar plasenta karena ukurannya yang lebih
besar.
Aglutiongen ABO ini diturunkan dari orang tua secara
genetik, sesuai dengan hukum Mendel. Sistem ABO diatur oleh sebuah gen, yang
terdiri dari 3 macam alel, IA, IB, dan I0, dimana IA dan IB adalah alel yang
dominan. Rinciannya sebagai berikut:
- Golongan darah A: memiliki gen IAIA atau IAI0
- Golongan darah B: memiliki gen IBIB atau IBI0
- Golongan darah AB: memiliki gen IAIB
- Golongan darah O: memiliki gen I0I0
Golongan darah A sekarang ini telah terbagi menjadi
dua golongan akibat mutasi gen, yaitu A1 dan A2. A1 adalah golongan A yang mana
antigen A-nya bereaksi kuat dengan antibodi anti-A, sedangkan A2 adalah
golongan A yang antigen A-nya bereaksi lemah dengan antibodi anti-A, sehingga
jika di tes golongan darahnya dengan antisera (antibodi buatan) sering disangka
golongan O padahal dia A, atau B padahal dia AB. Untuk itu diperlukan antisera
anti AB untuk membedakan keduanya.
Untuk sistem Rhesus, penggolongannya dibedakan menjadi
dua, positif atau negatif.
- Rhesus positif : memiliki aglutinogen Rh pada eritrositnya, tanpa
aglutinin anti-Rh / anti-D.
- Rhesus negatif: tidak ada aglutinogen Rh, tapi pada 90% orang ada
aglutinin anti-Rh / anti-D.
Prinsipnya sama dengan ABO, akan tetapi pada
penggolongan Rhesus ini, antibodi anti-D itu adalah golongan dari antibodi IgG
yang ukurannya relatif lebih kecil dan bisa melewati sawar darah plasenta,
sehingga memungkinkan terjadinya inkompatibilitas pada ibu yang Rhnya negatif dengan
janinnya yang Rh positif (eritroblastosis fetalis). Akan tetapi sensitisasi
antibodi ini baru akan menghasilkan reaksi untuk pemaparan antigen Rh untuk
kedua kalinya, sehingga eritroblastosis fetalis baru akan terjadi pada janin
kedua dari ibu Rh negatif.
Wallahu’alam…
referensi: wikipedia.org, catatan kuliah, hematologi
klinik ringkas
gambar dari: http://3.bp.blogspot.com/ dan http://wikipedia.org
gambar dari: http://3.bp.blogspot.com/ dan http://wikipedia.org
Limfoma Non-Hodgkin (LNH) merupakan suatu keganasan pada sel limfosit T
maupun sel limfosit B yang sudah matur di dalam kelenjar getah bening atau
sistem getah bening secara keseluruhan. Bisa juga keganasan tersebut dialami
oleh sel NK (Natural Killer). Akibatnya adalah terjadi proliferasi berlebihan
dari sel limfosit tersebut sehingga membuat kelenjar limfe membesar atau
limfadenopati.
Etiologi dan
Epidemiologi
Faktor resiko terjadinya LNH adalah
ketika sistem kekebalan tubuh menurun akibat kondisi tertentu seperti setelah
mengkonsumsi obat-obat imunosupresan atau pasca transplantasi organ, atau bisa
juga ketika tubuh mengalami infeksi dari agen-agen infeksius tertentu, seperti
virus HIV yang menyebabkan AIDS, kemudian Epstein Barr Virus (EBV),
Helicobacter pylori, Hepatitis C dan sebagainya. Selain itu ditemukan juga
bahwa orang-orang yang bekerja di perkebunan yang menggunakan bahan pestisida
juga beresiko untuk LNH, dan juga bagi orang-orang obesitas dan perokok berat.
LNH sering dialami orang-orang usia 60 tahun ke atas namun tidak mustahil juga
terjadi pada orang-orang usia lebih muda, dan pria lebih banyak insidennya dari
wanita.
Patogenesis
Normalnya, ketika tubuh terpajan
oleh zat asing, sistem kekebalan tubuh seperti sel limfosit T dan B yang matur
akan berproliferasi menjadi suatu sel yang disebut imunoblas T atau imunoblas
B. Pada LNH, proses proliferasi ini berlangsung secara berlebihan dan tidak
terkendali. Hal ini disebabkan akibat terjadinya mutasi pada gen limfosit
tersebut. Proliferasi berlebihan ini menyebabkan ukuran dari sel limfosit itu
tidak lagi normal, ia membesar, kromatinnya menjadi lebih halus, nukleolinya
terlihat, dan protein permukaan selnya mengalami perubahan. Hingga jadilah ia
sel limfosit yang ganas.
Manifestasi Klinis
Gejala yang terlihat pada pasien LNH adalah pembengkakan pada kelenjar getah bening (KGB)/ limfadenopati, terutama di daerah leher, atau di tempat lain seperti di aksila (ketiak), dan pangkal paha. Meski bengkak biasanya KGB ini tidak nyeri dan konsistensinya kenyal padat jika limfadenopati ini primer, dan padat jika sekunder (hasil metastasis, jika penyakitnya sudah lebih parah). Gejala lain berupa penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan tanpa diketahui penyebabnya, demam cukup tinggi, keringat malam, batuk, nyeri dada, sesak napas, lelah berkepanjangan, hingga terasa nyeri di abdomen.
Gejala yang terlihat pada pasien LNH adalah pembengkakan pada kelenjar getah bening (KGB)/ limfadenopati, terutama di daerah leher, atau di tempat lain seperti di aksila (ketiak), dan pangkal paha. Meski bengkak biasanya KGB ini tidak nyeri dan konsistensinya kenyal padat jika limfadenopati ini primer, dan padat jika sekunder (hasil metastasis, jika penyakitnya sudah lebih parah). Gejala lain berupa penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan tanpa diketahui penyebabnya, demam cukup tinggi, keringat malam, batuk, nyeri dada, sesak napas, lelah berkepanjangan, hingga terasa nyeri di abdomen.
Diagnosis
Untuk mendiagnosis LNH, pada
anamnesis ditemukan gejala-gejala yang bersangkutan, selain itu juga ditanyakan
riwayat penyakit keluarga, riwayat pemakaian obat, penyakit infeksi, kelainan
darah, atau penyakit auto imun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran
KGB atau bisa juga disertai kelainan/ pembesaran organ.
Pemeriksaan penunjang yang bisa
mendukung diagnosis adalah pemeriksaan darah rutin, mulai dari pemeriksaan
darah lengkap untuk melihat kadar leukosit darah, sediaan apus darah tepi, urin
lengkap, kimia klinik darah (SGOT,SGPT,LDH, dll). Pemeriksaan radiologi seperti
Foto toraks dan CT Scan abdomen juga dilakukan untuk melihat apakah ada pembengkakan
KGB di bagian dalaman tubuh. Akan tetapi untuk menegakkan diagnosis pasti,
pemeriksaan terbaik yang dilakukan adalah biopsi eksisi, yaitu mengangkat
KGB yang bengkak tersebut secara keseluruhan/ entirely dan
diperiksa secara sitologi dan histopatologi. Biopsi lainnya ada berupa biopsi
insisi (mengangkat sebagian saja) atau FNAB (aspirasi jarum halus), akan tetapi
biopsi semacam ini belum cukup baik untuk menegakkan diagnosis pasti.
Berdasarkan kesepakatan Ann Arbor stadium
LNH dibagi menjadi 4 tingkatan:
- Stadium I: pembesaran KGB hanya pada satu
kelompok (regio), baik di sisi atas diafragma maupun dibawah diafragma. I
E: jika hanya terkena 1 organ ekstra limfatik yang berbatas tegas/ tidak
difus.
- Stadium II: pembesaran 2 regio KGB atau lebih,
tetapi masih di dalam satu sisi diafragma, baik atas maupun bawah.
- Stadium III: pembesaran KGB di kedua sisi
diafragma, baik atas maupun bawah.
- Stadium IV: Jika mengenai 1 organ ekstra limfatik
namun secara difus.
LNH memiliki beberapa
tipe:
- Indolent Lymphoma (low-grade). LNH dengan
keganasan rendah, dapat menunjukkan gejala maupun tidak.
- Aggresive Lymphoma (medium-grade – high grade).
LNH dengan keganasan tingkat sedang hingga tinggi, biasanya selalu
menunjukkan gejala klinis.
Penatalaksanaan
Untuk terapi pasien LNH, tergantung
tipe, stadium, usia dan kondisi kesehatan organ lainnya. Untuk LNH indolen yang
tidak menunjukkan gejala (asimptomatik), cukup dilakukan observasi pada pasien
dan jika menunjukkan gejala (simptomatik), pada stadium I maupun II, pilihan
terapi utamanya adalah radioterapi.
Untuk LNH indolen stadium III dan
IV, jika proliferasi selnya lambat, bisa diberi kemoterapi dengan obat chlorambucill
cyclophosphamid oral, jika cepat dan jangkauannya luas dapat diberikan CVP,
C-MOPP atau BACOP.
Untuk LNH agresif, terapi yang
diberikan adalah kemoterapi kombinasi dosis tinggi. Radioterapi terkadang juga
digunakan.
Terapi lain yang bisa digunakan
adalah transplantasi sumsum tulang dan transplantasi sel induk, serta terapi
dengan imunomodulator seperti interferon yang dikombinasi dengan kemoterapi
untuk memperpanjang remisi, akan tetapi masih kontroversial. Dari ke semua
terapi tersebut, perlu juga dipetimbangkan efek samping yang mungkin
ditimbulkan.
Prognosis
Prognosis LNH sangat beragarm, akan
tetapi faktor utama yang menentukan adalah tipe dari LNH itu sendiri. Secara
internasional, prognosis ditetapkan melalui International Prognostik Index
(IPI), dengan spesifikasi sebagai berikut:
Umur < 60 tahun = 0
Umur > 60 tahun = 1
Stadium I atau II = 0
stadium III atau IV = 1
LDH serum normal = 0
LDH serum meningkat = 1
Gejala tidak ada = 0
Gejala ada = 1
Keterlibatan organ ekstranodal 1
tempat = 0
keterlibatan organ ekstranodal >
1 tempat = 1
Skor yang didapat dijumlahkan dan
rentangannya adalah 0 – 5, interpretasinya adalah:
0-1 = resiko rendah (low risk)
2 = resiko sedang (intermediate
risk)
3 = resiko sedang-tinggi (high
intermediate risk)
4-5 = resiko tinggi (high risk)
Prognostiknya: semakin tinggi
resiko, semakin buruk prognosis.
Wallahu’alam.
Referensi:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV
Hematologi Klinik Ringkas
www.medicinenet.com
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV
Hematologi Klinik Ringkas
www.medicinenet.com
0 komentar:
Posting Komentar